Balance News || Kab Bandung – Menyoal Kebebasan Pers dalam Pendidikan Nasional : Antara Transparansi dan Resistensi, Di tengah tuntutan transparansi, insan pers kerap menghadapi tembok ketertutupan dari institusi pendidikan. Lalu, di mana letak keseimbangan antara hak publik atas informasi dan etika peliputan?
Dunia pendidikan nasional kini menghadapi tantangan serius dalam membangun sistem yang transparan dan akuntabel. Salah satu aspek krusial yang luput dari perhatian adalah kebebasan pers dalam sektor pendidikan. Padahal, tanpa sorotan media yang bebas dan bertanggung jawab, berbagai penyimpangan di lapangan bisa luput dari kontrol publik. Jumat, 25 Juli 2025.
Sejumlah wartawan pendidikan mengaku kerap mendapat intimidasi, penolakan akses informasi, bahkan pelabelan negatif ketika berusaha mengungkap realitas yang terjadi—mulai dari dugaan pungutan liar di sekolah, manipulasi data penerimaan peserta didik baru (PPDB), hingga rendahnya mutu layanan pendidikan.
“Kami bukan datang untuk mencari-cari kesalahan, tetapi untuk memastikan publik tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ujar salah satu jurnalis pendidikan yang enggan di sebutkan namanya.
Pendidikan Adalah Domain Publik
Penting di pahami bahwa pendidikan bukanlah urusan privat. Dana BOS, DAK, hingga anggaran pembangunan sekolah bersumber dari keuangan negara. Dengan demikian, seluruh aktivitas pendidikan yang bersentuhan dengan anggaran publik wajib tunduk pada prinsip keterbukaan.
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menegaskan bahwa satuan pendidikan sebagai badan publik wajib memberikan akses informasi kepada masyarakat, kecuali informasi yang di kecualikan secara jelas dan sah.
Sayangnya, masih banyak sekolah atau Dinas Pendidikan yang menolak wawancara, menghindari klarifikasi, atau bahkan melabeli wartawan sebagai “pengganggu ketenangan sekolah”.
Pers Adalah Mitra, Bukan Musuh
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin kebebasan jurnalis dalam mencari, mengolah, dan menyebarluaskan informasi. Kebebasan pers ini merupakan instrumen penting untuk menjaga kualitas layanan publik—termasuk dalam pendidikan.
Alih-alih memusuhi, seharusnya institusi pendidikan menjadikan pers sebagai mitra strategis untuk memperbaiki sistem. Dialog terbuka, respons cepat terhadap klarifikasi, serta literasi media kepada guru dan kepala sekolah menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang demokratis.
Kesimpulan : Merdeka Belajar Harus Sejalan dengan Merdeka Mengabarkan
Ketika kita bicara “Merdeka Belajar”, maka Merdeka Mengabarkan juga harus diperjuangkan. Keduanya saling menopang dalam membentuk generasi yang kritis, terbuka, dan berdaya saing. Pers yang bebas dan bertanggung jawab adalah sahabat pendidikan, bukan ancamannya.
Pewarta : Abeng BLC
RedBN