BALANCENEWS.id, Kab Bandung | Munculnya Polemik ditengah masyarakat terkait adanya rencana penundaan Pemilu yang akhirnya secara tidak langsung menimbulkan reaksi keras dari para mahasiswa yang turun kejalan untuk menyerukan bahwa presiden jokowi harus konsisten dengan UUD45.
Agus Abo (53) Selaku Ketua Apedi ( Asosiasi Pengusaha Desa Indonesia) dan sebagai Ketua Paguyuban Wisata Situ Cileunca, berikut Direktur PT. Dwikora Sakti, sekaligus sebagai pemilik tempat wisata Cikijang Dwikora Camping Ground,
ketika ditemui awak media di kediamannya, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawabarat, Selasa (05/04/22) mengatakan,
“Adanya wacana penundaan pemilu 2024 ini, seharusnya memang perlu dulu di
kaji secara mendalam,
jangan sampai rakyat di korbankan guna mempertahankan kekuasaan, “Ungkapnya.
Lebih lanjut, Agus juga menjelaskan, “Menggagas penundaan pemilu yang didasarkan pada kepentingan jangka pendek harus dijauhi dan dihindari dalam alam demokrasi yang berazas Pancasila, yang menjalankan politik berbasis ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan atau politik adilihung (high politic).
Ketika memaksakan pemilu harus ditunda itu menjadi pendidikan politik yang buruk dan menjadi ancaman demokrasi serta ekonomi.
Apalagi kalau dikaitkan dengan situasi keadaan Nasional yang lagi sulit akibat pandemi Covid-19, memang kondisi saat ini jauh lebih baik kalau dibandingkan pada saat krisis ekonomi 1998, 1999, dan 2008, namun tetap ini harus menjadi suatu pertimbangan yang matang
Selain itu, dengan masih adanya gejolak sosial lainnya seperti kelangkaan minyak goreng dan harga harga naik menjelang idul fitri, serta kelangkaan BBM, dikarenakan masih banyaknya oknum oknum yang mempermainkan dan menciptakan kondisi seperti sekarang ini, “Jelasnya.
Dilain sisi, pemerintah kita lagi mempertahankan Posisi ekonomi nasional menuju pertumbuhan ke arah yang lebih baik, dan secara berangsur-angsur dimungkinkan akan menuju ekonomi yang lebih kuat pada tahun 2022 ini.
Indikatornya, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 sudah bertahap membaik dibandingkan tahun sebelumnya.
Jadi, kalau saja motif ekonomi yang dijadikan alasan, saya kira tidak begitu relevan jika dikaitkan dengan penundaan pemilu, karena ekonomi Indonesia sedang tumbuh dan membaik.
Apabila disahkan gagasan penundaan itu justru kontra produktif, justru ini menjadi pemicu kehawatiran terjadinya instabilitas nasional dan menimbulkan kontroversi di berbagai pihak sehingga mengganggu ekonomi nasional,
Yang jelas adanya penundaan pemilu bisa menciptakan ketidakstabilan politik yang dapat menganggu ketidak stabilan ekonomi yang bisa saja menimbulkan kontraksi ekonomi.
Menunda dan merekayasa pemilu bisa mengganggu ekonomi nasional kelak dikemudian hari dan bisa menjadikan peluang untuk merealiasaikan penundaan pemilu dengan amandemen UUD 1945.
Tetapi itu ongkosnya mahal. Alasan ekonomi sedang tidak baik-baik itu tidak logis dan irasional.
Investor justru akan khawatir kalau konstitusi puncak (UUD) gampang diubah oleh vested interest group, bagaimana dengan undang-undang, peraturan daerah? Apalagi situasi nasional saat ini lebih baik dibanding Pemilu 1998, 1999, 2008.
Jika kita lihat pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah tumbuh pada 3.69 pada 2021, dan 2022 Pemerintah pun menargetkan laju pertumbuhan ekonomi 5,2% (APBN). Ini menggambarkan ekonomi sudah on the track, tak berbeda dengan banyak negara lain.
Terdapatnya insiden penundaan maupun pelaksanaan pemilu selama pandemic Covid-19. Negara-negara yang menunda pemilu berdasarkan data dari International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) adalah Selandia Baru, Hong Kong, dan Bolivia.
Mereka menjadikan pandemi menjadi dasar alasan menunda pelaksanaan pemilu.
Alasan lainnya, belum ada penelitian dampak pandemi Covid-19 terhadap ketahanan kesehatan masyarakat pada waktu itu.
Alasan kemanusiaan atau hak asasi bahwa langkah penundaan pemilu diambil sebagai upaya untuk melindungi nyawa manusia oleh pemerintah Selandia Baru, Hong Kong, dan Bolivia,
Sedang negara yang tetap melaksanakan pemilu di tengah pandemic adalah Korea Selatan dan Singapura.
Di tengah tingginya peningkatan kasus Covid-19 saat itu, Korea Selatan dan Singapura tetap melakukan pemilu.
Keberhasilan serupa juga terjadi di Indonesia saat melaksanakan pilkada di 270 daerah pada tahun 2020, saat itu pandemi sedang dalam puncak.
Kalau mengacu pengalaman negara lain dan negeri sendiri, maka perlu dipikirkan secara mendalam, apakah penundaan pemilu 2024 terdapat alasan yang kuat? dan ini membuktikan tak adanya alasan untuk menunda pemilu di 2024, “Pungkasnya.
Red: BN