Balance News || Kab Bandung – Soroti terkait, Proses Penerimaan siswa baru tahun 2025 sudah selesai di laksanakan, akan tetapi masih banyak menyisakan persoalan. Dalam proses sistemnya, sehingga jauh dari kata kesetaraan dan berkeadilan. Oleh Agus Rosyidin Ketua Umum Bumi Budak Nyunda (BBN)
Seperti yang terjadi di SMKN 1 Katapang
Hadirnya kebijakan Gubenur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi yang akrab di sebut KDM ,Penambahan (Rombongan Belajar) dari 36 siswa menjadi 50 siswa perkelas, semakin terlihat jelas dikotomi antara sekolah Negeri dan sekolah swasta satu sisi masyarakat di untungkan dengan hadirnya kebijakan tersebut.
Kesempatan untuk masuk Sekolah Negeri peluangnya semakin besar satu sisi eksistensi sekolah swasta, di pertaruhkan apakah dia bisa survive atau tidak.
Pertanyaan masyarakat muncul apakah kebijakan tersebut otektif, tepat sasaran atau kebijakan itu memberikan ruang bagi para oknum pelaksana kebijakan untuk melakukan praktik permainan, manipulasi, kolusi dan nepotisme.
Sekolah Unggulan Dan Sekolah Biasa
Inilah realita yang ada bahwa pendidikan hanyalah di jadikan objek dan ladang bisnis bagi para pihak yang berkepentingan sehingga yang terjadi munculnya image sekolah favorit.
Negara hadir dan amanat undang-undang bahwa pendidikan menjadi hak bagi semua warga masyarakat Indonesia jangan hanya slogan dan tulisan butir butir undang – undang tapi harus benar-benar menjadi payung hukum dan pelindung bahwa hak masyarakat tidak di rampas dan terdzolimi.
Sudah saatnya pemerintah melakukan terobosan baru dalam kebijakannya untuk melindungi semua pihak agar tidak terjadi dikotomi antara sekolah favorit. Dan bukan favorit. Dan tidak ada persaingan maupun perbedaan, antara Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta semua harus terlindungi oleh Negara.
Sekolah harusnya menjadi sarana dan media pembelajaran saja antara siswa dan gurunya bukan menjadi ajang pertunjukan untuk menunjukan. Dan mempertontonkan bahwa sekolahnya adalah sekolah favorit atau sekolah unggulan di bandingkan sekolah yang lain.
Oknum Pelaksana Kebijakan Di SPMB
Persoalannya itu harus di sikapi serius oleh pemangku kebijakan sehingga penerimaan siswa baru di tahun akan datang tidak terulang kembali. Penerima pendidikan aroma kecurangan penerimaan siswa baru begitu terasa dan tercium sangat miris tapi tidak terlihat. Dan sulit untuk diungkapkan sehingga menjadi praktek terselubung demi meluruskan dan melancarkan permainannya bagi para oknum pelaksana kebijakan.
Agar tidak terjadi dikotomi antara sekolah favorit dan sekolah bukan favorit maupun persaingan sekolah Negeri VS sekolah swasta, maka pemerintah di harapkan melalui kebijakannya bahwa ijazah bukan lagi menjadi domainnya.
Sekolah menjadi domainnya Kementerian dalam hal ini, kementerian pendidikan dasar dan menengah (kemendikdasmen) maka dengan adanya kebijakan itu di harapkan menjadi solusi agar tidak ada lagi dikotomi antar sekolah favorit dan bukan favorit maupun Sekolah Negeri dan Swasta.
Karena ijazah hanya sebagai tanda tamat belajar saja, jadi ijazah sekolah favorit atau bukan favorit maupun sekolah Negri dan swasta, sekolah hanya mengeluarkan favorit saja sebagai penilaian karakter siswa dalam kesehariannya.
Semoga dunia pendidikan Indonesia semakin maju dan bisa mencetak generasi bangsa mandiri, dalam menyongsong masa depan Indonesia Emas Tahun 2025.
Kontributor: Agus Rosyidin (Abah Aro)