Bandung, Bandung–Program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) merupakan program transformasi program rastra untuk memastikan program menjadi lebih tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat harga, tepat kualitas, dan tepat administrasi. (6T) Program BPNT telah dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2017 dan terus diperluas ke wilayah-wilayah lainnya sampai saat ini. Program tersebut diintegrasikan dengan program bantuan sosial lainnya melalui sistem perbankan.
Pedoman Umum BPNT digunakan sebagai tuntunan, arahan, atau rambu-rambu teknis oleh pelaksana program, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Penyalur BPNT, e-Warong sebagai agen penyalur bahan pangan, dan pihak terkait lainnya.
Pedoman Umum BPNT inipun disusun oleh Kementerian/ Lembaga Lintas Sektor terkait, yaitu Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, BAPPENAS, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kantor Staf Presiden, Sekretariat TNP2K, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan bank penyalur yang tergabung dalam Himbara
Kemudian, dalam pengadaan komiditi yang dilaksanakan oleh e-warong. E-warong diberi kebebasan untuk memilih supplier yang akan memenuhi kebutuhan dari unsur komoditi yang diperlukan sesuai dengan pedum.
Dalam aturan penyaluran BPNT, menyebutkan KPM dalam transaksi perbelanjaan di E-Warong dapat memilih pangan yang telah ditentukan sesuai kebutuhan.
Dalam Program bantuan sosial yang telah berjalan 5 tahun ini cukup banyak pihak pihak yang menyoal adanya dugaan dugaan penyimpangan. Kritikan kritikan pun terlontar ditayangkan di sejumlah media. Mereka menyoal dari mulai regulasi pendistribusian, Agen (E-Warung), kwalitas komiditi hingga keberadaan TKSK dengan dugaan dugaan terjadinya pemotongan program BPNT ini.
Kritik itu sendiri merupakan celaan atau kecaman atau suatu keadaan perilaku atau yang mereka anggap menyimpang dan tidak benar. Hal itu tentunya untuk menjadikan sesuatu lebih baik.
Namun sayangnya, maraknya kritik ditengah terjadinya penyimpangan, dibalik itu masih ada saja para oknum yang memanfaatkan situasi untuk melakukan pemerasan pada pihak pihak yang melakukan penyimpangan. Salah satu yang kerap menjadi sasaran para oknum tersebut, yakni para Supplier mereka menjalankan segala sesuatunya sesuai pedum.
Seperti dikatakan beberapa supplier di wilayah Bandung yang tak mau disebut namanya saat ditemui awak media, mereka mengaku kerap diminta sejumlah uang oleh oknum LSM, Ormas bahkan oknum wartawan yang memberitakan dan ujung ujungnya juga meminta sejumlah uang.
Diungkapkannya juga, dalam menjalankan bisnisnya yang bekerja sama dengan para agen saat mendapatkan keuntungan, katanya mereka harus juga berbagi dengan pihak pihak terkait yang merekomendasikan mereka untuk menjadi supplier dalam program ini. Tentu saja mereka pun harus mengluarkan biaya over head.
Mereka menjelaskan, dalam melaksanakan program BPNT tak pernah keluar dari pedoman umum (Pedum) yang telah ditentukan.
Sementara itu, beberapa agen di wilayah Bandung yang ditemui awak media menyatakan hal yang sama mengikuti Pedum. Kata dia, harga bahan pangan di e-Warong merujuk pada harga pasar hasil pemantauan yang dikeluarkan secara rutin oleh Organisasi Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan perdagangan.
Mereka pun mengungkapkan hal yang sama seperti dikakatakan para agen yang pernah mendapat tekanan dari para oknum dan ujung ujungnya harus mengeluarkan uang. Meskipun mereka merasa tak melakukan kesalahan yang dilakukan namun karena usahanya tak mau terganggu akhirnya terpaksa memberikan sejumlah uang yang diminta.
Salah satu Agen mencontohkan, pada saat Menteri Sosial Tri Rismaharini mengizinkan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dapat dilakukan secara rapel, pada saat pendistribusian kondisi beras yang sudah di kirim secara rutin tiap bual oleh Supplier sudag ber “Kutu” beras tersebut sempat ada yang memoto dan menyebar dan dijadikan sebuah persoalan
“Padahal, berat itu tak didistribusikan pada Keluarga penerima manfaat (KPM) dan beras tersebut diganti oleh suplayer, “Ucap dia.
Ditanya kenapa tidak lapor APH ketika terjadi dugaan pemerasan atau pungli, ia menjawab males untuk rebut dengan pihak pihak yang lebih mengedepankan sifar Arogansi.
Menurutnya, adanya kebijakan penyaluran BPNT di rapelkan, yang merembet ke wilayah Bandung memang terkadang melahirkan permasalahan baru yang harus dihadapi oleh para Agen dan supplier.
Kata dia, kebijakan Mensos itu diijinkan di Provinsi Gorontalo dengan mekanisme kontan atau uang cash, bukan berupa bahan makanan. Kebijakan itupun ditempuh dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan tradisi yang berkembang di daerah tersebut.
Mensos Risma memutuskan BPNT akan disalurkan sekaligus untuk dua bulan ke depan, yakni Oktober dan November, sehingga KPM BPNT yang belum menerima sejak Juli akan menerima sekaligus 5 bulan.
“Itu kalau dirapel, mereka akan terima lima bulan, tidak mungkin itu semua dalam bentuk sembako. Nanti bisa rusak makanannya. Penyaluran bansos BPNT disalurkan dalam bentuknya cash,” kata Mensos seperti dikutip dari Antara.
Keputusan Mensos Risma tersebut sudah dikoordinasikan dengan Bank Himbara, Anggota Komisi VIII DPR Idah Syahidah Rusli Habibie, Anggota Komite III DPD Rahmijati Jahja, dan Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim yang hadir dalam pertemuan.
(Red-Blcn)
Baca Juga: BENARKAH PENDISTRIBUSIAN BPNT DI WILAYAH KAB. BANDUNG BARAT DALAM KONDISI MEMPRIHATINKAN