Kabupaten Bandung, Balancenews — Usut tuntas Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di desa Manggungharja Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung rupanya terus berlanjut.
Adanya pengaduan dari sejumlah pihak yang mengaku membaca pemberitaan ini di media sosial, berinisial (AA) yang mengetahui tentang masalah tersebut. Mulai dari distribusi barang, penyuplai hingga aturan yang digunakan dalam penyaluran bantuan untuk KPM (keluarga Penerima Manfaat). Senin (03/05/2021).
“Saya (AA) masih ingin jelas mengetahui bagaimana agen itu bekerja, aturannya juga keterkaitan dengan perangkat desa.”
Awal mula ibu Watika sekaligus penasehat GMB (Gerakan Masyarakat Bersatu) berkecimpung ke dalam penyaluran BPNT, pada tahun lalu ibu Watika pernah mendobrak ‘Kades’ yang lama karena tidak bermoral dan menyoreng nama baik desa Manggungharja.
Pada akhirnya ‘Kades’ lama lungsur, dan digantikan dengan Deden Toha. Dalam hal ini mungkin ibu Watika,sekaligus menjadi tim suksesnya. Rasa berterimakasih Deden Toha, bukan hanya disitu saja. Ibu Watika pun ditunjuk menjadi Agen E-Warong BPNT desa Manggungharja oleh Deden Toha.
Tempat yang strategis,membuat Kades Deden Toha menunjuk ibu Watika menjadi E-warong. Tetapi dengan ditunjuknya menjadi agen, ibu Watika memang tidak mau awalnya.karena ketakutan yang dihubung – hubungkan dengan keberhasilan Kades. Ujarnya ibu Watika
Akan tetapi rasa sosialnya yang muncul, karena ingin membantu kepada KPM (Keluarga Penerima Manfaat).Penyaluran yang berjalan biasa saja, berubah menjadi suatu misteri. Karena apa, dalam tengah – tengah penyaluran 70% perangkat desa ikut andil dalam pengondisian BPNT.
Diam seribu bahasa, bukan solusi yang tepat. Karena mungkin anggapan ibu Watika ada perbaikan dan perubahan, tetapi hingga saat ini tidak ada perubahan itu.Yang akhirnya ibu Watika angkat bicara perihal progam penyaluran BPNT ini.
Selama satu setengah tahun menjadi agen E-Warong, ibu Watika tidak pernah berkomunikasi dengan supplier tetapi hanya tahu namanya saja, tidak tahu mesin EDC pinjam dari siapa yang ibu tahu hanya digesek didesa tiap penyaluran, dan adanya pencairan pun tidak tahu detailnya kaya gimana. Pokoknya tahu – tahu komoditi sudah ada dirumah.
Kalau untuk penyaluran tidak ada masalah, cuman yang namanya KPM kan tidak mau komoditi jelek atau pun telat datang. Yang mereka tahu hanya menerima komoditi sesuai, maka dari itu sebelum penyaluran ibu Watika selalu mengechek komoditi yang datang, jadi ketahuan ada yang gimana – gimananya. Untuk semua itu membutuhkan waktu sekitar 3 – 4 hari, dan itu pun hanya mendapatkan ‘uang lelah’ 600 – 700Ribu.
Terkait 6T, atas keterlambatan dan komoditi yang jelek, seperti buah-buahan dan ayam agak bau, Mungkin itu jadi bahan pertimbangan juga.
Ibu Watika sangat menyanyangkan, mulai dari dirinya mengikuti rapat di Kecamatan dan pertemuan – pertemuan terkait BPNT, bahwa memang dirinya tahu progam BPNT itu tidak boleh perangkat desa menjadi agen. Karena jelas itu salah dan akhirnya akan menjadi masalah seperti sekarang.
Dalam penyaluran yang seperti ini, ibu Watika sudah tahu pasti endingnya akan begini. Tetapi ibu Watika akan ambil keputusan untuk mundur, bilamana penyaluran ini dikelola terus oleh perangkat desa.
(Red-Blcn)