BALANCENEWS, Kab Bandung–Penyaluran Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat, selain disinyalir tak mengikuti Permensos No 5 tahun 2021 tentang pelaksanaan program sembako, juga disinyalir terjadinya pungutan liar atau Pungli dengan nilai bervariatif. Salah satunya di Desa Margamukti.
Hal ini tentunya sangat dikeluhkan oleh sejumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang merasa keberatan. Pasalnya, para KPM di Desa Margamukti diharuskan membayar Rp.15 ribu per paket. Artinya, kalau 4 paket harus mengeluarkan uang sebesar Rp.60ribu.
Meski demikian, saat ditemui awak media, mayoritas para KPM hanya bisa pasrah dan mengikuti aturan itu karena tak mau terjadinya diskriminasi.
Informasi yang berhasil dihimpun BalanceNews, pihak pihak yang melakukan pemungutan itu ternyata mengaku sebagai ketua kelompok BPNT-PKH meski dalam aturan tak ada kelompok tersebut.
Diketahui, penyaluran BPNT di Desa Margamukti para KPM mendapatkan 4 bulan dari September hingga Desember secara rapel yang dicairkan di 5 E-Warong yang tersebar di beberapa lokasi.
E-Warong tersebut yakni, milik Eti yang berada di Kp Panyindangan RW 01, kemudian milik Asep di Kp Sukamenak yang juga bagian dari RW 01.
Lalu, e-Warong milik Heri Maryana di Kp.Cipanas, e-Warong milik Iwan Jaenal di RW 11 dan e-Warong milik Dadan yang ada di RW 18.
Kelima e-Warong tersebut melayani sejumlah 1200 KPM di wilayah Desa Margamukti.
Bukan hanya pencairan dilakukan secara kolektif oleh ketua kelompok, sembako yang mereka dapatkan sudah dipaketkan oleh para Agen atau E-Warong. Dalam hal ini mereka pun tak dapat memilih komoditi yang diinginkan.
Menurut para KPM, Komoditi yang mereka dapat secara dua kali. Pertama mereka mendapat beras sebayak 40 Kg, telur 60 butir dan apel 16 biji. Dua Minggu kemudian kembali para KPM baru mendapat Komoditi lainnya berupa daging dan ikan.
Para KPM mengaku saat pencairan KKS milik mereka dipegang oleh Ketua Kelompok.
Menurut keterangan warga yang bekerja di salah satu e-Warong, terkait adanya keharusan setiap KPM membayar uang sebesar Rp.15 ribu merupakan biaya mobilisasi atau Ongkir. Hal itu katanya yang dia ketahui berdasarkan hasil musyawarah dengan para penerima manfaat.
“Sementara kalau dari agen hanya yang saya tau meminta Rp.5 ribu, “Ujarnya.
Menyikapi carut marutnya penyaluran program BPNT di wilayah kecamatan Pangalengan terutama apa yang terjadi di Desa Margamukti, IS tokoh masyarakat Pangalengan berharap pihak Tim Koordinasi (Tikor) BPNT turun kelapangan.
Kata IS Distribusi atau penyaluran BPNT seperti itu sangat menyimpang dari ketentuan.
Apalagi, sambungnya, terjadi dugaan pungli yang tentunya cukup memberatkan bagi warga miskin sebagai penerima manfaat.
Akademisi ini pun mempertanyakan peran TKSK dan Pendamping serta pihak pemerintah Desa sebagi kontrol dalam program ini.
IS menjelakan, pertama, terkait adanya pemaketan bukan berdasarkan permintaan KPM tak bisa dibenarkan apalagi sudah dipaketkan oleh pihak Suplayer. Sebagai mana diatur pada pasal 8
“E-Warong harusnya menjual bahan pangan yang sudah ditentukan oleh Kementerian Sosial sesuai dengan permintaan KPM. Hal ini ditegaskan dalam pasal 8 bahwa E-Warong dilarang menjual bahan pangan dalam bentuk paket, ” Jelas dia.
Ia pun menyoroti KKS yang dipegang oleh pihak yang mengaku Ketua Kelompok yang melakukan pengecekan di mesin EDC. Menurutnya itupun tidak dibenarkan. Karena PIN pada KKS sifatnya privasi.
Terkait Pungli berdalih adanya kesepakatan dengan para KPM, Ia menandaskan bahwa kesepakatan yang dibuat melabrak aturan itu batal secara hukum.
“Nah..itu bisa dikatakan pungli dan pihak Penegak hukum harus turun, “Tegasnya.
Ia mengingatkan, E-warong yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 8 Permensos no 5 tahun 2021 dikenakan sanksi administratif berupa penonaktifan sebagai e-warong penyalur Program Sembako.
Pewarta: WN
Red: Red_BLCN