BALANCENEWS, JABAR — Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB SMA/ SMK Jawa Barat khusnya di Kabupaten Bandung tahun pelajaran 2022/2023, secara online menuai pro dan kontra.
Disayangkan, proses pendaftaran dengan sistem online yang semula dibuat dengan maksud untuk mempermudah, ternyata tak seratus persen berjalan mulus. Alih-alih mempermudah, cara yang serba digital dan dinilai praktis ini justru menimbulkan beberapa masalah baru bagi orang tua maupun siswa.
Sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) masih jadi pro dan kontra di masyarakat. Tidak sedikit calon siswa dan orangtua yang kecewa dengan zonasi. Ketentuan zonasi yang diterapkan tentunya telah melalui berbagai pertimbangan yang tidak sederhana, dan juga memiliki banyak alasan yang diharapkan menjadikan proses pendidikan semakin baik dan meningkat dari segi apapun.
Aturan sistem zonasi PPDB merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018. Regulasi ini mengatur tiga jalur proses PPDB, yaitu zonasi (kuota minimal 90 persen), prestasi (kuota maksimal 5 persen), dan jalur perpindahan domisili orangtua (kuota maksimal 5 persen). Jadi, berapa pun nilai ujian nasional yang diperoleh siswa asalkan syarat jarak tempat tinggal dan sekolah terpenuhi, wajib diterima di sekolah yang diinginkan.
Banyaknya keluhkan sejumlah orang tua (ortu) calon siswa. Mereka mengadukan akurasi titik koordinat yang tidak sesuai dengan domisili pada penerimaan jalur zonasi.
Tak hanya itu, diduga terdapat upaya pemasangan GPS lebih dekat ke sekolah yang berbeda dengan tempat tinggal.
“Kendalanya titik koordinatnya yang tidak sesuai dengan titik tempat tinggal, Kesalahan penempatan titik koordinat zonasi ini membuatnya khawatir anaknya tidak lulus PPDB. Pasalnya jalur zonasi ini melihat kedekatan jarak domisili dengan sekolah yang dipilih”.
Oleh sebab itu mungkin akan lebih bijaknya, lebih memfilter kembali dengan yang namanya mengeluarkan entah itu, kebijakan – regulasi – aturan atau apalah dan apalah namanya. Imbasnya mungkin terhadap ide-ide tersebut akan mendapatkan nilai dan pujian “Amazing – Cemerlang – lnovatif”.
Sudah terpikirkan, dirasakan, pula berhadapan kah ide tersebut pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
Adalah pihak pemegang kebijakan atau yang memiliki kepentingan terhadap kemajuan pendidikan di negeri tercinta lndonesia ini.
“Biasanya selalu melibatkan yang namanya stakeholder, yang kemungkinan tidak seluruh warga mengerti apa itu stakeholder, bisa dijajaki dan dibuktikan dengan turun kelapangan sendiri secara spontan tidak direncanakan dan tanpa melalui dampingan”.
Adapun tanggapan dari Ketua DPD OKP BK-RI JABAR (R.Rudy Ugt), terkait sistem zonasi yang banyak dipermasalahkan disalah satu SMA/SMK menurutnya sistem zonasi harus disikapi dengan bijak sehingga tidak merugikan tujuan besar dari pendidikan itu sendiri, Kami khawatir iklim kompetisi hilang karena sekolah berdasar berdekatan rumah, Ujarnya.
Tambahnya apapun alasannya bagi SMA/SMK yang melanggar, agar disikapi dan dorong penegakan hukum. Dan bila perlu laporkan saja ke APH, serta apabila APH tidak turun tangan laporkan ke ombudsman.
Red: BN