BALANCENEWS, Kab Bandung–Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (LPG), bahwa fungsi pengawasan Pertamina sebagai badan usaha yang ditunjuk untuk menyalurkan LPG bersubsidi adalah mulai dari Stasiun Pusat Pengisian Bulk Elpiji (SPPBE), Agen hingga Pangkalan.
Artinya, titik poin terakhir pendistribusian adalah di pangkalan, bukan di pengecer ataupun warung.
Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan penyaluran gas melon itu dilakukan di warung – warung. Seperti ditemukan tim media di wilayah Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung Jawa Barat yakni di Desa Patrol Sari.
Parahnya lagi, sejumlah warung – warung itu sengaja di kirim gas 3 Kg itu menggunakan mobil. Hal ini tentunya memicu terjadinya peningkatan harga eceran tertinggi (HET), bahkan menurut sejumlah warga bisa mencapai harga diatas Rp.20 ribu untuk mendapatkan bahan bakar pengganti minyak tanah itu.
Tak hanya itu saja, setelah Gas bersubsidi itu ada di warung, akan sulit dikontrol siapa yang akan membelinya dan tentu saja masyarakat yang mampu dengan mudah mendapatkan gas yang diperuntukan untuk rakyat miskin ini.
Yusup sopir yang mengaku dari pangkalan Diat Ismi yang berada di Desa Mekarlaksana Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung mengatakan pendistribusian ke warung – warung itu dilakukan secara rutin setiap DO turun dari Agen PT Putra Hadian.
Ia pun menjelaskan pada Tim Media, bahwa pendistribusian yang dilakukan seperti itu lantaran banyaknya pasokan Gas Melon itu yang turun di pangkalan. Ujar dia, pihaknya tak memperdulikan mendistribusikan di wilayah luar desa ataupun kecamatan yang penting gas cepat habis.
Pria yang mengaku Sopir pangkalan yang membawa mobil bak Colt berplat D 8997 VJ bertuliskan Pertamina itu juga menjelaskan bahwa pendistribusian dengan istilah yang dia sebut “Ngampas” tersebut sah dilakukannya dan itu dilakukan berdasarkan ketentuan.
Menurutnya, pihak Agen dan Pertamina pun tak mempermasalahkan pendistribusian menggunakan cara seperti itu.
Yusup pun menyebut, yang melakukan pendistribusian seperti itu bukan hanya pangkalan Diat Ismi saja, tapi yang lainnya seperti pangkalan yang ada di Maruyung dan Gardu Ciparay, bahkan dia menyebut terjadi dibeberapa wilayah lainnya.
Saat tim media menyambangi Pangkalan Ismi, sang sopir yang sebelumnya mengaku sebagai pekerja, alih alih ternyata merupakan pengelola panggalan “DIAT ISMI”. Yusup pun mengaku meneruskan usaha orang tuanya.
Di pangkalan tersebut, dengan percaya diri Yusup memperlihatkan segala dokumen termasuk sejumlah KTP. Ia pun kembali meyakinkan Tim Media, apa yang dilakukannya sama sekali tidak bertentangan dengan aturan terkait pendistribusian gas 3Kg.
Adanya sejumlah pernyataan terkait cara pendistibusian yang dilakukan oleh pangkalan “DIAT ISMI” tak dibenarkan oleh Irvan selalu Manager di Agen PT Putra Hadian.
Kata dia, saat dihubungi melalui sambungan WhatsApp mengatakan, titik poin terakhir pendistribusian adalah di pangkalan, bukan di pengecer ataupun warung.
Irvan pun sangat menyayangkan adanya prilaku yang keluar dari aturan yang dilakukan oleh salah satu pangkalan binaan dari agen yang dia kelola.
Meski demikian, Irvan pun mengatakan akan segera mengevaluasi apa yang menjadi temuan media.
Menyikapi hal tersebut, menurut Agus bahwa agen penjual LPG 3 Kg memiliki tanggung jawab mengawasi seluruh pangkalan binaannya agar menjalankan distribusi LPG 3 Kg sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kontrak Pangkalan adalah dengan Agen. Oleh karena itu, agen bertanggung jawab untuk pengawasan dan pembinaan ke pangkalan masing-masing,” tegas aktivis di wilayah Kecamatan Arjasari ini.
Ia juga menyampaikan, setiap agen harus memastikan pangkalan menjual harga sesuai HET yang ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah (Pemda) dan tidak melakukan penjualan pada pengecer atau warung.
Agus pun berharap pihak Pertamina harus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan di wilayah Kabupaten Bandung khususnya terkait pengawasan penjualan LPG di tingkat pedagang eceran diluar ranah Pertamina sebagaimana diatur dalam Permen ESDM nomor 26 tahun 2009 pasal 33.
“Kami berharap pengawasan ini dilakukan bersama-sama oleh pemangku kepentingan terdekat dengan masyarakat, sehingga tambahan pasokan LPG fakultatif yang jumlahnya sangat besar ini tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang ingin mengambil keuntungan dengan melakukan hal hal yang melabrak aturan, yang tentunya masyarakat kecil kembali yang menjadi korban dan tak merasakan adanya subsidi pada LPG, ” Jelas Agus.
Agus menandaskan aparat berwenang harus menindak dengan sanksi tegas bagi pelaku penimbunan atau penyimpanan barang bersubsidi, sebagaimana diatur dalam Permen ESDM Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Penyediaan Dan Pendistrlbusian LPG Tabung 3 Kilogram.
“Pasal 16 menyebutkan, Badan Usaha dan masyarakat yang melakukan penimbunan dan atau penyimpanan dan penggunaan LPG subsidi yang bertentangan dengan ketentuan dikenakan sanksi sesuai aturan perundang-undangan,” ujarnya.
Dijelaskannya juga, LPG 3 kg merupakan LPG subsidi yang peruntukannya diatur untuk rumah tangga pra sejahtera, yakni yang memiliki penghasilan di bawah Rp1,5 juta per bulan, serta kegiatan usaha kecil dan mikro.
(Tim) BLCN