BalanceNews, Bandung — Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin hak setiap orang atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dengan demikian hak pekerja atau buruh untuk bebas berserikat dijamin oleh konstitusi. Asas yang ada di dalam konstitusi tersebut diwujudkan ke dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Substansi hak untuk bebas berserikat bertujuan agar pekerja yang diwakili oleh serikat pekerja mempunyai posisi tawar terhadap pengusaha. Posisi tawar serikat pekerja diharapkan bisa meningkatkan fungsi serikat pekerja dalam memperjuangkan kepentingan pekerja.
Yang dimaksud serikat pekerja/serikat buruh menurut Pasal 1 angka 1 UU 21/2000 adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Perlindungan Serikat Pekerja dari Union Busting yakni Perlindungan hukum terhadap praktik union busting diatur dalam Pasal 28 UU 21/2000 yang bunyinya: Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
1.melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
2.tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
3.melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;dan
4.melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Baru-baru ini, dikabarkan adanya pembentukan serikat pekerja di PT Greenrtex Indonesia Utama II yang berada di Jl.Raya Banjaran Km 16.5 Desa Batukarut Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung. Informasi yang berhasil dihimpun Media balancenews, Para pekerja yang telah membentuk serikat pekerja itu kemudian berafiliasi dengan Kesatuan Serikat Pekerja Nasional dan terbentuklah Pengurus Unit Kerja (PUK).
Kemudian, melalui pimpinan PUK, keberadaan serikat pekerja di tingkat perusahaan tersebut mengajukan surat pencatatan ke pihak Dinas Ketenagakerjaan Pemerintah Kabupaten Bandung. Segala persyaratan pun mereka lengkapi termasuk data pengurus yang sudah tidak tergabung di serikat lain. Data tersebut merupakan poto copy surat pengunduran diri dari serikat pekerja sebelumnya yakni Gaspermindo.
Alhasil, dengan perjalanan yang cukup berliku, mereka pun mendapatkan surat Tanda Bukti Pencatatan dari Dinas ketenagakerjaan Kabupaten Bandung dengan nomor 230/003-HI/I/2022.
Namun sayangnya, saat munculnya Bukti Pencatatan tersebut muncul persoalan dugaan terjadinya pencekalan yang dilakukan oleh Ketua DPC Serikat Pekerja yang beranggotakan terbesar di perusahaan tersebut. Pimpinan Serikat tersebut berinisial G.
Padahal, di perusahaan tersebut ada Serikat tinggat perusahaan bernamakan Basis. Alih-alih, pencekalan itu disinyalir bekerja sama dengan pihak HRD berinisial S.
Dalam rekaman hasil percakapan dengan beberapa karyawan saat konfirmasi, mereka mengaku gugup dan shok saat mendapat panggilan dari Pimpinan SP berinisial G. Mereka tidak berdaya saat diintograsi di depan HRD berinisial S dan hanya bisa mengikuti apa yang diinginkan oleh G.
Meski mereka telah menyatakan mundur dari Gaspermindo, mereka pun dengan terpaksa menandatangan pernyataan tetap bergabung di serikat Pekerja Gaspermindo.
Dikonfirmasi melalui WhatsApp, “S” HRD PT Greentex yang merupakanvendor dari Bayer Adidas membenarkan dirinya memberikan izin pada Ketua DPC Gaspermindo untuk memanggil beberapa karyawan yangmereka butuhkan untuk mengklarifikasi mengenai keanggotaannya.
Ditanya terkait kapasitas Ketua DPC berada di lingkungan PT Greentex, HRD tersebut meminta BalanceNews untuk menanyakannya langsung pada pihak DPC terkait. Menurutnya, selaku HRD dia tidak menyoal adanya pendirian serikat pekerja baru.
“Setiap karyawan berhak mendirikan, menjadi anggota serta menjadi pengurus organisasi sebagaimana diatur dalam UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, “Tulis HRD tersebut.
Berdasarkan pada Pasal Pasal 28 UU 21/2000 tentunya siapapun tidak boleh menghalang-halangi tenaga kerja untuk membentuk serikat pekerja.
Maka menurut Udang-Undang Serikat Pekerja, bagi Perusahaan dapat dikenakan sanksi yang termuat didalam pasal Pasal 43 yakni : Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja atau buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500,000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Sesungguhnya di dalam hubungan industrial dan perselisihan yang terjadi tidak hanya melibatkan ke dua pihak yang berselisih tetapi ada peran pemerintah sebagai pihak pengawas serta penengah dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
(Red_BalanceNews)