Kabupaten Bandung, Balancenews – Proyek pembangunan penyediaan air baku yang berada tepatnya di Kp.Panenjoan Rw 11 Desa Lamajang Kecamatan pangalengan, tak luput dari sorotan pro dan kontra di masyarakat.
Pembangunan konstruksi ini berawal dari embung atau sungai dengan free intake menuju ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang dilaksanakan oleh Ditjen SDA. Mulai dari IPA ke PDAM adalah kewenangan Ditjen Cipta Karya – Kementerian PUPR dan setelah IPA mana akan diteruskan PDAM untuk disalurkan.
Pembangunan penyediaan air baku Cikalong yang sempat tertunda di Tahun 2019 akibat Pandemi Covid-19, dan baru terealisasikan proyek kembali dilaksanakan di Tahun 2021 ini. Namun ternyata pembangunan ini menyisahkan masalah, salah satunya tidak terpasang papan informasi karena kewajiban memasang papan proyek tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan/jasa Pemerintah. Regulasi ini mengatur setiap pekerjaan bangunan fisik yang dibiayai negara wajib memasang nama proyek.
Tidak terpasangnya papan proyek pada sejumlah proyek itu bukan hanya bertentangan dengan Perpres. Tapi juga tidak sesuai dengan transparansi yang dituangkan pemerintah dalam undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Minggu (08/08/2021) menyambangi Kepala Desa Lamajang, agar tidak simpang siur informasi kami tim lipsus mendatangi kediaman Kades “bahwa pembangunan air baku tersebut bersumber dari anggaran APBD Provinsi senilai Rp.62M.
Yang mempunyai pekerjaan yaitu Disperkim Provinsi Jabar, dan pelaksana kegiatan BBWS dari Kementerian PUTR. Yang ditenderkan sehingga adanya pelaksana pemenang tender”.
Informasi lainnya yang diperoleh, dari salah satu putra daerah dan masyarakat setempat yaitu di RW 11. Bahwa menurutnya proyek tersebut tidak adanya pemberitahuan dari datangnya alat berat, dan untuk saat ini putra daerah pun tidak diperdayakan diproyek tersebut. Apalagi dimasa pandemi seperti ini, banyak sekali orang yang membutuhkan pekerjaan.
Tim lipsus Balancenews.com sempat mendatangi lokasi proyek tersebut untuk konfirmasi dan klarifikasi kebenaran. Memang betul diproyek tersebut tidak terpasang papan informasi, padahal pekerjaan sudah dimulai sekitar 4 (empat) harian.
Keterangan Kades, pekerjaan yang masih panjang diperkirakan sekitar 1,5 Tahun dari mulainya pembebasan tanah dari mulai bulan September-Oktober Tahun 2019. Aturan atau regulasinya dari Disperkim langsung yang membebaskan tanah tersebut, yang langsung masuk ke rekening masing-masing pemilik lahan. Desa hanya sekedar memfasilitasi dan mensosialisasikan antara kedua belah pihak, yang terkena pembebasan lahan sekitar 16 orang dan 17 bidang. Dengan luas lahan sekitar 1,5 hektare.
Adapun tim khusus Appraisal yang menangani administrasi pembayaran pembebasan lahan, namun untuk pembayaran harga lahan depan-belakang Kades tidak tahu soal itu . Karena ada bagian tim lapangan yang tunjuk langsung untuk itu, Kades yang menjelaskan ada 4 (empat) RW yang terkena dampak dari pembangunan yaitu RW 11,12,13,23 . Adanya kebijakan untuk setiap RW dari pelaksana sekitar Rp.10 juta, itupun untuk infrastruktur perbaikan mesjid, gang, dan gapura. Ujarnya
Sorotan lain,yang membuat kami
Ormas PP dua kecamatan Pangalengan dan Cimaung, ikut andil terhadap lingkungan. Dimana pekerjaan proyek bisa berjalan dengan baik sesuai aturan namun pihak ormas agar difasilitasi oleh Kades, untuk bertemu dengan pihak pelaksana proyek untuk membahas terkait polemik. Salah satunya terkait Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) yang berdampak ke hilir dan adapun hak masyarakat yang belum terpenuhi oleh pelaksana proyek terkait pembebasan tanah.
(lipsus BLCN)